Kutip

Selaku penulis saya ini generalis, bukan spesialis. Saya menulis ikhwal apa saja yang lewat di depan mata. Persis tukang loak yang menjual apa saja yang bisa dipikul. ("Kesatria"; Kompas, 14 Juni 1985)

Tentang Mahbub

H. MAHBUB DJUNAIDI

Ia ingin menulis, dan akan terus menulis. Sampai kapan? ''Hingga tak lagi mampu menulis,'' ujarnya. Mungkin karena itu, ''Ketimbang disebut politikus, saya lebih senang disebut sastrawan.'' Lelaki ini mengawali kegiatan menulis dan berorganisasi sebagai redaktur majalah sekolah, Pemuda Masyarakat, sambil mengetuai Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) ranting SMP II di Jakarta, 1952.>>> selengkapnya di PDAT Tempo


Mahbub Djunaidi
Author profile

born           : July 27, 1933 in Jakarta, Indonesia
died            : January 01, 1995
genre          : Literature & Fiction, Humor, Politics
influences    : Art Buchwald, Idrus, Anton Chekov

About this author>>> selengkapnya di Good Reads


Mahbub Djunaidi

Sastrawan Betawi yang lahir di Jakarta, 27 Juli 1933 dan meninggal di Bandung 1 Oktober 1995. Ia mulai terjun di dunia sastra tahun 1955 lewat cerpennya "Kalau Sore-sore" yang dimuat Merdeka. Ia juga seorang wartawan dan kolumnis; 1958 terjun ke dunia jurnalistik, membantu harian Duta Masyarakat, kemudian menjadi pemimpin redaksinya (1960-1970). Tahun 1965-1970, menjadi Ketua Umum PWI Pusat, kemudian menjadi Ketua Dewan Kehormatan PWI sampai 1978.>>> selengkapnya di Ensiklopedi Jakarta


Kata-kata Haji Mahbub

1 Oktober 1995, H Mahbub Djunaidi menghembuskan nafas terakhir. Enam belas tahun Mahbub meninggalkan kita, batang hidungnya tak akan pernah muncul kembali. Tapi kata-katanya masih hidup. Siapa yang hendak belajar bahasa? Mahbub salah satu rujukannya.>>> selengkapnya di NU Online


Pendekar Pena dari Betawi

Ia mengkritik dengan humor dan membicarakan suksesi Soeharto sejak dini.

NAMA Zahid bin Mahmud sebagai tukang cerite, sebutan bagi pendongeng di Betawi, demikian tersohor di Jakarta pada era 1960-1970-an. Saking populernya lelaki Tanah Abang itu sampai-sampai muncul istilah ngejaid untuk menyebut kegiatan mendongeng. Dongeng Zahid sangat digemari lantaran ia berkisah dengan menyenangkan dan kerap membumbuinya dengan humor.>>> selengkapnya di Majalah Historia Online

10 komentar:

  1. I love this guy......membaca setiap tulisannya. Bagaimana dengan novelnya, Dari Hari ke Hari dan Angin Musim? Apakah bakal dimuat di sini juga?

    BalasHapus
  2. Novelnya? Hmmmm, kalau ada yang bantu mentranskrip, boleh juga :)

    BalasHapus
  3. kang admin, sy sempat punya buku Asal Usul namun entah kemana hilang, bagaimana caranya ya saya ingin membeli buku2 karangan pak Mahbub tsb dan yang lainnya krn ditoko2 buku sdh sy cari tidak ada, termasuk di toko2 buko online bekas juga belum berhasil...
    tks

    BalasHapus
  4. @Dauseff: Mohon maaf, kami belum bisa merekomendasi untuk itu. Kami juga mengumpulkan dengan susah-payah, dan semuanya dibeli ketika persediaan tersisa satu.

    BalasHapus
  5. Sudah lama saya membuka-buka blog ini, dan membaca habis tulisan almarhum Mahbub Djunaedi, idola saya.
    Terima kasih dengan kebaikannya.

    BalasHapus
  6. si pitung dan mahbub djunaidi. hmmmmm... dua tokoh yang saya idolai dari tanah betawi.

    BalasHapus
  7. Pak Mahbub adalah salah satu favorite saya di samping Pak MAW Brouwer.
    Dan belakangan Pak Japi Tambajong...

    BalasHapus
  8. Pak Mahbub Djunaidi adalah mentor saya dalam gaya menulis, disamping Goenawan Mohamad, Remy Silado dan MAW Brower

    BalasHapus
  9. Angin musim nya keren... Saya sudah baca. Dan sedang mencoba mmbuat resensi

    BalasHapus
  10. Terimakasih admin, keren

    BalasHapus