Kutip

Selaku penulis saya ini generalis, bukan spesialis. Saya menulis ikhwal apa saja yang lewat di depan mata. Persis tukang loak yang menjual apa saja yang bisa dipikul. ("Kesatria"; Kompas, 14 Juni 1985)

Mengapa Tidak

SAM WOLINSKY sudah berusia 17 tahun. Ia sudah mulai bercukur. Dan jatuh cinta. Ia kepingin melakukan sesuatu, tak kecuali kekerasan. Sam merasa paling jago di dunia. mati baginya soal sepele. Ketika ia jalan-jalan di Ventura Avenue, semua yang ada di bawah telapak kakinya kecil belaka, sebab ia merasa kelewat besar. Sam kepingin jadi keras, kejam, kalau perlu penghancur. Ia mengejek sifat kelembutan manusia. Tak ada yang suci di atas bumi ini. Gobloklah orang yang nafsunya lemah. Tolollah orang yang punya rasa malu.
Sam jatuh cinta, tapi sang gadis tidak ada. Maka ia jadi sedikit gila, meninju dinding hingga tangannya bengkak dan berdarah. Tapi ia tidak malu. Ia kelewat besar. Ia kelewat istimewa. Yang ditinjunya itu barangkali manusia, dan barangkali kehidupan. Sam terus melangkah menertawakan rasa sakitnya. Dan ia berkelahi dengan anak-anak lainnya, tak peduli betapapun besar badannya. Bukankah kekuatannya mesti berfungsi? Dua kali hidungnya remuk, tapi ia tak peduli.
            Minggu malam bulan September, ia tetap jatuh cinta dan tetap tidak ada gadis. Sam menuju rumah di pojok jalan F. Rumah itu penuh asap. Ada pot bunga mawar di tingkat duanya. Seperti seekor anjing ia berputar-putar dan naik ke sana. Ia melirik ke sekitar. Tak ada kehebatan. Tak ada kekuatan. Semuanya biasa-biasa saja. Tangganya biasa. Pintunya biasa. Tak tampak kebejatan yang dahsyat. Tak ada kebengisan yang patut ditundukkan. Ia ingin punya lawan, tapi tak ada lawan setimpal. Yang tampak cuma dekil, kelemahan, harga murah. Tak diperlukan tinju sama sekali.
Sam Wolinsky baru memutar badan mau pergi ketika seorang wanita umur 50 tahun menegurnya. Aku perlu, kata Sam. Mari ikut aku, manis, kata wanita itu. Akan kuberikan seorang gadis, kata wanita itu. Dan sejam kemudian, Sam tidak lagi jadi remaja istimewa. kekuatannya sirna. ia tak bisa lagi menertawakan apa pun. Ia menjadi teramat buruk. Sam berjalan pulang bagaikan selembar kertas. Ia duduk di kamarnya tanpa bisa berpikir apa-apa. Harganya jatuh dan tinjunya tidak ada. Ia menangis. Sang ibu bergegas menemui suaminya. "Tengok, papa. Sammy lagi menangis. Ia menangis seperti bayi, papa." Begitulah yang dapat terbaca dalam cerpennya William Saroyan.
Kemudian, Robert F. Kennedy tewas. Sang adik Edward M. Kennedy mengucapkan pidato eulogy di makam. Edward mengungkapkan bunyi surat Robert kepada ayahnya. Apa yang kita perlukan adalah cinta kasih sayang. Bukannya cinta seperti kata majalah-majalah, melainkan cinta yang tak mementingkan diri sendiri, yang berkaitan dengan memberi dan pengorbanan. Cinta yang mendorong semangat dan mengandung dorongan untuk maju.
Kemudian kata Robert dalam surat kepada ayahnya di atas semua itu amatlah penting punya kesadaran sosial. Kelewat banyak mereka yang bersalah yang memerlukan perhatian. Kelewat banyak mereka yang miskin yang membutuhkan bantuan. Inilah tanggung jawab kita kepada mereka dan kepada tanah air. Sesudah mengungkapkan bunyi surat itu, sang adik Edward menutup pidato eulogynya: "Nilailah abang saya apa adanya. Ia sekadar orang baik dan berbudaya. Ia hanya melihat kesalahan-kesalahan dan mencoba meluruskannya. Ia melihat penderitaan dan mencoba menyetopnya. Itu saja."
Yang paling bagus memang bila semua orang berbuat benar tanpa cacat. Tapi itu sulit. Sifat lupa, sifat khilaf, sifat keliru, sudah menjadi pakaian. Ini gendangnya lagu hidup. memahami kesalahan langkah meluruskannya, lebih penting daripada melihat kesalahan itu barang mustahil. Kesalahan bukan mustahil, seperti halnya kebenaran mutlak manusia barang mustahil.

(Majalah Tempo, 12 Februari 1983)

1 komentar:

  1. Video - YouTube, Videoslution, Sushi, Sports, Casino,
    Video - YouTube, Videoslution, Sushi, Sports, Casino, Video, Sushi, Sports, Casino, download youtube videos Video, Sushi, Casino, Video, Sushi, Casino, Video, Sushi, Casino, Video, Sushi, Casino, Video, Sushi,

    BalasHapus